SUARA SALIRA | KAB. TASIKMALAYA — Ada-ada saja cerita soal proyek pemerintah di Kabupaten Tasikmalaya. Kali ini yang jadi sorotan adalah pekerjaan bronjong alias penahan tebing sungai yang katanya sih kualitasnya bikin geleng-geleng kepala. Yang ngomong bukan orang sembarangan—langsung dari LPPNRI (Lembaga Pemantau Pemerintah Negara Republik Indonesia).
Ketua LPPNRI, Burhan Soejani, ngebuka suara soal dugaan lemahnya kualitas pengerjaan proyek ini. Nggak cuma soal bahan, tapi juga soal pengawasan di lapangan yang katanya seperti “ada tapi tiada”.
“Dari awal pengerjaan seharusnya sudah dikawal ketat dong. Itu duit negara, lho! Masa nunggu rusak dulu baru ditengok?” ucap Burhan dengan nada prihatin.
Burhan juga ngasih kode keras kalau pengawasan dari pihak teknis, seperti PPTK dan petugas lapangan, terkesan gak maksimal. LPPNRI nemuin bahwa tindakan perbaikan baru muncul setelah ada suara-suara dari luar, bukan dari hasil pengawasan internal.
“Baru gerak setelah ada laporan dari luar. Nah, ini yang bikin kita heran. Emangnya selama pengerjaan gak ada yang ngecek?” tambahnya.
Burhan pun ikut menyoroti kawat bronjong yang dipakai. Ia mencurigai kalau materialnya gampang banget rusak. Kalau benar, ya jangan heran kalau hasil akhirnya juga ikut bermasalah.
“Kalau kualitasnya abal-abal, ya jangan berharap bisa tahan lama. Apalagi kalau perbaikannya juga sekadar formalitas doang,” katanya lagi.
Menurut LPPNRI, proyek kayak gini bukan cuma soal teknis, tapi juga menyangkut keselamatan warga yang tinggal di sekitar lokasi. Kalau tebingnya longsor karena bronjong ambrol, siapa yang tanggung jawab?
Karena itu, Burhan meminta semua pihak yang terkait untuk gak main-main dalam mengelola proyek publik. Ia mendesak adanya transparansi dan tanggung jawab nyata, bukan cuma di atas kertas.
“Ini harus jadi catatan penting. Jangan anggap remeh! Harus ada tanggung jawab dan keterbukaan dari pihak-pihak yang terlibat,” tutupnya.
Tim AWP