SUARA SALIRA | KOTA TASIKMALAYA – Suasana ruang rapat DPRD Kota Tasikmalaya pada Kamis, 10 Juli 2025, mendadak panas. Bukan karena AC mati, tapi karena ada forum audiensi terbuka yang bikin tensi naik. FORDEM—Forum Demokrasi Masyarakat Madani—datang membawa keresahan warga soal tanah yang katanya “diserobot” buat perumahan Bumi Pesona Siliwangi.
Masalahnya nggak main-main. Tanah yang dipermasalahkan ini termasuk tanah wakaf juga, dan disebut-sebut udah dipakai sama pengembang tanpa ijin yang jelas. Nama pengembangnya? Hajart Group.
Banyak yang Datang, Tapi Belum Tentu Sepakat
Audiensi itu dihadiri banyak pihak. Ada DPRD, BPN, Bapenda, pihak kelurahan, kecamatan, ahli waris, pengacara, sampai warga yang merasa tanahnya diambil. Ketua Komisi I, H. Dodo Rosada, yang memimpin, langsung ngajak semua pihak buat adem dulu.
“Jangan pakai emosi. Yuk, turunin ego. Cari solusi bareng-bareng,” kata Pak Dodo sambil mencoba jadi penengah.
Leter C Jadi Perdebatan
Nah, di sinilah mulai seru. Tatang Toke, penasihat FORDEM, nyorot soal pentingnya dokumen Leter C. Buat dia, itu bukti kuat kepemilikan tanah zaman dulu yang harusnya dijaga sama aparat kelurahan.
Sayangnya, pihak kelurahan dan kecamatan bilang mereka belum nemu dokumennya. Alasannya? Mereka baru menjabat. Tapi, mereka juga bilang PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) atas tanah itu masih aktif, artinya masih ada yang bayar pajaknya sampai sekarang.
Dari sisi BPN, Dadan Darmawan ngomong kalau tanah yang dimaksud berdiri di atas dua SHM atas nama H. Lukman, total luasnya hampir 22 ribu meter persegi.
FORDEM Ngamuk, Warga Menangis
Pernyataan dari BPN langsung ditolak mentah-mentah sama FORDEM. Ade Gunawan, Wakil Ketua FORDEM, langsung naik suara.
“Ini bukan cuma sebagian tanah, ini semua tanah warga yang diambil tanpa omong-omongan dulu. Kami anggap ini penyerobotan!” kata Ade, tegas.
Yang paling bikin terenyuh, waktu Abdul Rosyad, pengelola tanah wakaf, cerita sambil nahan tangis. “Saya udah sering ngasih tahu pengembang buat jangan lewati batas. Tapi kayak berjuang sendiri. Sekarang alhamdulillah ada FORDEM,” ucapnya sambil bergetar.
Adang, salah satu ahli waris, juga cerita kalau namanya masih terdaftar sebagai pembayar pajak untuk lahan itu, bahkan dulunya pernah dipakai buat tambang pasir secara resmi.
Solusinya? Cek Koordinat Tanah!
Pengacara dari pihak H. Lukman, Asep Iwan, menyarankan langkah teknis. “Harus dicek titik koordinatnya. Biar jelas, tanah yang mana sih yang dipermasalahkan. Biar nggak simpang siur,” katanya.
Akhirnya, pertemuan ditutup dengan janji: bakal ada pengecekan lapangan dan penelusuran dokumen biar semua pihak dapet kejelasan.
Heri Heryanto