SUARA SALIRA
DUKUNG TERUS SUARA SALIRA, DUKUNGAN SAHABAT, SEMANGAT BAGI KAMI. KLIK SAWERIA.CO/SUARASALIRA ---- SUARA SALIRA | 100 PERSEN NOSTALGIA | SIARAN RADIO INTERNET 24 JAM.
BERITA  

Dari Durian ke Derita: Aksi Tulus Bos Durian Kujang di Desa-Desa Terpencil Ciamis

Suka lagu-lagu nostalgia?
Yuk, dengerin Radio Internet SUARA SALIRA.
Radio yang khusus memutar musik nostalgia pilihan — temani hari-hari sahabat dengan kenangan indah masa lalu.
Sahabat juga bisa request lagu favorit, dan akan diputar dalam waktu sekitar 5 menit kemudian!
Dengarkan langsung lewat HP sahabat.
Cukup install aplikasinya di https://suarasalira.com/android/

SUARA SALIRA | KAB. CIAMIS – Kalau dengar nama “Durian Kujang”, yang terlintas di kepala pasti langsung durian legit dan menggoda. Tapi kali ini, sosok di balik bisnis legit itu, H. Wahyu, justru bikin hati ikut meleleh. Bukan karena daging duriannya, tapi karena kepeduliannya yang tulus.

Bareng Pak Urip, Kepala Dusun Cikoneng, H. Wahyu menyusuri desa-desa di Ciamis buat menemui empat warga yang hidup dalam kondisi serba kekurangan. Aksinya ini bukti nyata kalau rasa empati nggak harus nunggu jadi pejabat atau miliarder dulu.


Duka di Tengah Tangkil: Rumah Renta, Harapan yang Nyaris Runtuh

Perjalanan dimulai di Dusun Tangkil, RT 17 RW 07, Desa Panaragan. Di sana, H. Wahyu ketemu Mak Atikah, seorang nenek tangguh yang tinggal di rumah reyot yang nyaris roboh. Dindingnya lapuk, atap bocor, dan lantainya udah nggak karuan.

“Sedih banget lihat kenyataan kayak gini masih ada di kampung sendiri. Artinya, kita semua belum cukup peka,” ucap H. Wahyu sambil menatap rumah itu dengan sorot mata penuh haru.

Tak jauh dari situ, ada juga Mak Anah yang nasibnya nggak jauh beda. Rumah kayunya udah rapuh, atap nyaris runtuh. Sebagai bentuk kepedulian, H. Wahyu ngasih masing-masing 10 kg beras dan uang Rp100.000 buat Mak Atikah dan Mak Anah. Mungkin nilainya kecil buat sebagian orang, tapi sangat berarti buat mereka yang hidup dalam keterbatasan.


Asep, Guru Ngaji yang Mengabdi Tanpa Pamrih

Perjalanan lanjut ke Desa Sukaresik, Kecamatan Sindangkasih. Di sana, H. Wahyu ketemu Asep, guru Madrasah Diniyah yang penghasilannya cuma Rp100.000 per bulan. Ya, kamu nggak salah baca: SERATUS RIBU PER BULAN.

Asep tinggal di rumah yang udah nggak layak huni. Dua tahun lebih belum pernah dapat bantuan. Di luar mengajar, dia kerja serabutan buat nyambung hidup. Istrinya pun ngajar ngaji. Hidup serba pas-pasan, tapi semangat mereka luar biasa.

H. Wahyu sampai terdiam sejenak waktu denger kisah Asep. “Ini bukan cuma soal bantuan uang, tapi soal rasa hormat dan kepedulian kita pada para guru yang hidup sederhana,” katanya.


Pak Dayat: Lansia Sunyi yang Masih Bertahan

Masih di Kampung Walahir, H. Wahyu juga menyambangi Pak Dayat, seorang lansia yang hidup sendirian tanpa keluarga. Kondisinya serba terbatas, dan jelas butuh uluran tangan.

“Bukan cuma datang dan kasih bantuan, saya ingin ini jadi gerakan. Siapa pun bisa ikut peduli,” ujar H. Wahyu, berharap semangat berbagi ini bisa menular.


Bukan Soal Nilai, Tapi Niat yang Tulus

Semua warga yang dikunjungi – Mak Atikah, Mak Anah, Asep, dan Pak Dayat – dapat bantuan beras dan uang tunai. Tapi lebih dari itu, mereka dapat perhatian, senyuman, dan rasa bahwa mereka nggak sendirian.

Aksi H. Wahyu ini jadi bukti bahwa peduli itu nggak harus nunggu kaya dulu. Dengan hati yang ikhlas, siapa pun bisa jadi penebar harapan. Kadang, hal sederhana bisa jadi luar biasa buat orang lain.

Heri Heryanto

error: Content is protected !!